
Baru-baru ini melihat sebuah postingan kocak yang isinya mudik tahun 2022 sudah diperbolehkan tapi yang ditakutkan sebenarnya bukan terjadinya lonjakan kasus covid tapi takut Mbak gak balik lagi – itu yang lebih horor hahaha….. pastinya banyak yang nyambung banget sama postingan ini. Tapi kali ini saya kok tergelitik untuk membahas sudut pandang lainnya.
Sebagai Ibu dengan dua anak yang kesehariannya sebelum pandemi bekerja di kantor selama 5 hari seminggu dari jam 7:30 sudah berangkat kerja dan pulang paling cepat jam 6 sore dengan kemacetan Jakarta kadang bisa sampai jam 7 malam. Maka waktu ngobrol dengan anak hanya saat makan malam, itu juga kalau mereka belum selesai makan malam saat suami dan saya sampai di rumah. Jadi family dinner time itu saya anggap sesuatu yang sangat berharga karena di saat itulah kami bisa bertukar cerita atau lebih tepatnya mendengarkan anak bercerita tentang apa yang mereka alami di hari itu. Saat dinner time itu juga yang dipergunakan kami sebagai orang tua untuk memberikan nasihat, sharing pengalaman hidup, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Anak jaman now pertanyaannya sudah sangat berbobot dan mendalam meskipun usia baru 11 dan 15 tahun lho. Orang tua kadang harus putar otak untuk bisa menjelaskan hal sulit dengan bahasa yang mudah mereka pahami.
Sehingga akhirnya saat momen Lebaran umumnya kami mengambil cuti panjang sehingga bisa ada di rumah kurang lebih 2 minggu sambil menunggu ART kami balik dari mudik. Di momen Lebaran itu tentunya kami berempat punya all the times in the world untuk selalu bersama-sama. Tapi buat para Ibu terutama jadi ada tanggung jawab tambahan yang biasanya tidak pernah / jarang dikerjakan yaitu: memasak, karena tidak mungkin 14 hari order makanan atau makan di restoran pagi, siang, malam bukan? bisa habis donk THR hehehe……….. serta mencuci baju, menjemur dan menyetrika. Belum lagi ada tanaman yang harus disiram setiap hari agar tidak mati, belum lagi kalau masih ada anak di bawah usia 9 tahun yang masih butuh perhatian extra, gak mungkin donk anak dibiarkan seharian ditemenin sama gadget saja. Nah hal-hal ini yang kadang katanya menjadi “nightmare” buat para ibu terutama ibu-ibu yang biasa kerja kantoran terutama karena terjadi transisi dari yang biasanya bekerja lebih banyak duduk di belakang komputer dan putar otak minimal jari-jari yang terlatih mengetik mendadak harus bekerja secara fisik. Naik turun tangga, berdiri non stop bisa sampai 3 jam, melakukan gerakan fisik berulang yang melibatkan tangan, pinggang, punggung, kaki yang jika tidak rajin olahraga bisa menimbulkan masalah seperti rasa pegal yang tidak hilang atau malah keseleo/salah urat istilahnya atau ototnya atau persendiannya ngambek, meradang karena terlalu sering bermain dengan air misalnya jari-jari tangan jadi kaku saat malam menjelang pagi. Mau menghindari hal ini bisa saja ambil saja liburan selama 14 hari dengan menginap di hotel….. tapi imbasnya keluar ekstra biaya, biaya tidur, makan, dan cuci baju sampai biaya belanja.
Jadi apakah ada solusinya agar momen Lebaran ini tidak menjadi nightmare setiap tahun? Mungkin gak sih momen ini menjadi momen yang membahagiakan terutama buat para Mommies?
Jawabannya mungkin, tinggal dicari solusinya. Semua hal pasti ada jalan keluar.
- BAGI TUGAS
Seringkali saya temukan banyak dari para ibu ini merasa bahwa pekerjaan rumah hanya akan beres kalau mereka kerjakan sendiri, termasuk awalnya saya sendiri. “Aduh mendingan gw kerjain sendiri deh daripada dikerjakan sama anak nanti gak beres, atau minta tolong suami bisa lama deh.” Alhasil, semakin bertambah usia maka semua pekerjaan rumah yang kita kerjakan sendiri ini bukan hanya semakin menyita waktu kita kumpul bersama keluarga, tapi juga semakin merusak badan sendiri, serta yang paling bahaya merusak mood dan emosi diri sendiri juga. Kelelahan fisik, merasa yang lain bisa enak-enak nonton TV, main games, leha-leha sedangkan kita sendirian kerja dari pagi sampai sore sendirian dan gak bisa menikmati liburan, akhirnya mulai bete, mulai short fuse (sumbu pendek) dan berdampak ke anggota keluarga yang lain. Kuncinya adalah komunikasikan pikiran dan perasaan kita kepada suami dan anggota keluarga lainnya (jika anak-anak sudah cukup dewasa secara pemikiran). Sejak beberapa tahun silam akhirnya kami berbagi tugas, saya beruntung bahwa saya memiliki suami yang dengan senang hati menyapu, mengepel lantai, memasukkan semua pakaian kotor ke dalam mesin cuci, menjemur pakaian, mencuci piring, mengumpulkan sampah- sampah satu rumah dan digantung dengan plastik di depan pagar untuk diambil tukang sampah keliling setiap pagi, sampai menyiram tanaman. Tentu saja agar memenuhi standar ideal kita para ibu, kita harus mentransfer ilmu terlebih dahulu bagaimana caranya menjemur yang benar, baju mana yang bisa masuk mesin cuci mana yang tidak, sabut mana yang dipakai untuk mencuci kuali yang kotor, mana yang anti gores, mana yang untuk gelas. Saat si Kakak semakin besar seingat saya mulai usia 13 tahun mulai mencuci piring makannya sendiri demikian juga sang adik. Lalu semakin besar mereka, mulai ikut membantu menjemur pakaian juga, mengumpulkan pakaian yang sudah kering dan mulai melipat baju-baju rumah untuk dimasukkan ke dalam lemari. Yes, baju rumah tidak perlu disetrika selama masa lebaran praktis kan……. Sehingga tanpa terasa tugas kita para ibu sudah jauh berkurang sehingga kita bisa fokus pada memasak makanan untuk keluarga, mencuci baju yang harus pakai tangan, menyetrika pakaian-pakaian pergi atau membersihkan dapur, meja, dan lemari dari debu (dua hari sekali cukup). Hal ini mengurangi kelelahan para ibu sehingga punya banyak waktu untuk ngobrol bersama-sama dengan keluarga, main games bareng atau nonton film bareng atau istirahat tidur siang.
2. BUAT STRATEGI MASAK
Salah satu cara menyiasati agar kegiatan memasak inipun tidak menjadi momok “menyeramkan” atau melelahkan buat para ibu. Sebelum Mbak mudik tentunya saya sudah meminta Mbak menyiapkan beberapa bekal untuk kami. Pertama, membuatkan ayam kuning dan ayam kalasan, empal daging, rendang yang dibekukan, sehingga saya tinggal menggoreng/memanaskan saja saat dibutuhkan. Menyiapkan bumbu dasar uleg/giling yaitu masing-masing bawang merah, bawang putih, cabai, kemiri, serta bawang merah dan bawang putih yang sudah dikupas sehingga siap diiris saja saat mau memasak atau kalau mau praktis ya beli bumbu siap saji di supermarket tetapi umumnya mengandung msg ya…… bisa juga membeli bumbu siap saji ini di pasar.
Membuat sarapan dengan sesuatu yang simpel seperti roti, telor, sosis tentunya praktis dan cepat. Membuat makan siang yang lebih enak dan lengkap sedikit. Sedangkan malam buat masakan yang lebih sederhana seperti spaghetti atau nasi goreng atau cah sayuran/shabu-shabu. Sesekali beli makanan dari luar untuk makan malam juga sangat membantu sehingga praktis tidak perlu mencuci piring di malam hari.
Jika anak mulai dewasa seperti SMA misalnya mulai ajari mereka untuk memasak makanan simpel seperti goreng sosis dan telor dadar atau scramble egg, dan nasi goreng atau membuat sushi (dalam bahasa indonesia nasi kepel bisa isi apa saja, abon, telor dadar, ikan salmon yang dipanggang) sehingga mereka bisa membuatnya sesekali. Ini juga sangat membantu sekaligus melatih kemandirian mereka.
3. AMBIL WAKTU LIBURAN
Sebagian dari 14 hari cuti lebaran, selain dari merayakan momen lebaran dan bersilahturahmi dengan keluarga tentu sebaiknya tetap dipergunakan untuk berlibur misalnya 7 hari liburan ke tempat wisata yang menyenangkan sehingga semua menikmati waktu “freedom”. Bebas dari tugas, pekerjaan dan rutinitas sehari-hari dan hanya menikmati pemandangan, rileks, olahraga bersama keluarga, makan, dan bermain-main bersama keluarga. Ini tentunya sangat bagus untuk meningkatkan mood bahagia, memberikan diri sendiri “self reward” dan “me time”. Tentunya selama berlibur ini batasi penggunaan HP atau laptop kita dan benar-benar perbanyak waktu untuk melakukan kegiatan dan ngobrol bersama keluarga. Making beautiful memories with them. Banyak hal-hal yang bisa kita pelajari dari anak-anak kita dan juga sebaliknya selama liburan ini, satu hal yang pasti hal ini mempererat hubungan antar anggota keluarga.
4. PAKAI JASA LAUNDRY
Untuk yang tidak mau repot bawa baju/koper terlalu banyak selama berlibur, kita bisa pakai jasa laundry yang banyak di sekitar kota tujuan wisata, tinggal lakukan survei dan pilih yang tepercaya bahkan jasa ini bisa melakukan pick up dan deliver dari/ke hotel tempat kita menginap. Harganya pun sangat terjangkau dan yang pasti lebih murah dari laundry di hotel 🙂
Sesampainya kembali di rumah, jangan terlalu kepikiran urusan cucian baju, pilah baju-baju kotor yang ada dan bawa semua pakaian ini ke laundry kiloan terdekat yang tepercaya. Praktis kan. Sisanya bisa dicuci sendiri sehingga tidak terlalu membebani.
Nah dengan melakukan beberapa cara di atas paling tidak setiap kita bisa tetap merasakan kebahagiaan bersama keluarga meskipun tidak ada si mbak di rumah sehingga lebaran menjadi momen happiness dan bukan “nightmare” buat para Moms di luar sana. Sedangkan urusan si mbak bakal balik lagi atau enggaknya habis lebaran – hmmm….. mungkin buat sebagian Moms masih tetap menjadi momen “horror” kali ya? 🙂